Rabu, 02 April 2008

Pendidikan di Maluku Utara

ANTARA ANGKA DAN FAKTA

Pendidikan adalah proses pembebasan diri dari kebodohan dan kunci menuju perubahan. Di Maluku Utara pendidikan justru dikelola asal jadi.

Sekolah yang awalnya enam lokal itu, kini tinggal tiga kelas yang bisa dipakai. Itupun kalau hujan siswanya harus istirahat belajar. Harap maklum, atapnya sudah 80 persen bocor. SD di Desa Toliwang, nun di pedalaman Kao, Halmahera Utara ini, sudah dibantu dengan dana Inpres sekitar 30 tahun lalu. Sejak saat itu kondisi bangunan ini nyaris tak tersentuh bantuan. Dinding bangunan yang hanya dari Asbes, kini sebagian besar sudah keropos.
Kisah di atas baru awal cerita tentang kondisi fisik bangunan sekolah di Maluku Utara. Sampai awal tahun 2005 di kota Tidore Kepulauan, masih ada sekolah dengan kondisi mirip kandang ayam, dindingnya dari papan dan lantainya tanah. Baru pada TA 2005-2006 lalu, dibangun unit sekolah baru oleh Pemda Tikep. Lokasi sekolah itu hanya di pesisir Oba yang dapat dijangkau dalam waktu 1 atau 2 jam transportasi laut dari Tidore atau Ternate.
Keluhan soal terbatasnya sarana gedung, tak hanya datang dari pelosok terpencil. SD Mononutu yang terletak di jantung kota Ternate---ibukota provinsi sekarang---dalam lokasi yang sama sekaligus terdapat 4 Sekolah Dasar: SD Mononutu 1 dan 2 serta SD Kenari Tinggi 2 dan 4. “Kita ini sekolah di dalam kota, namun masih pararel, double shitf. Ini yang saya pikir bahwa kita berteriak mau maju namun sekolah masih tetap double shitf, ya sulit,” Keluh sang Kepala Sekolah.
Ini adalah ironi pembangunan pendidikan Indonesia. Padahal, seperti kata Ade Tais A.Ma. Kepala Sekolah SD Manunutu 1 Ternate, lembaga pendidikan memproduk generasi masa depan. ”Saya pernah minta kepada pemerintah, kalau boleh sekolah ini ditambah ruang belajarnya, karena memang muridnya cukup padat, minatnya cukup banyak, tetapi terbatasnya masalah gedung, fisiknya. Padahal, bangun gedung mewah yang hebat-hebat saja bisa,” ujarnya getir.
Ade patut prihatin. Karena Negara ini memiliki konstitusi yang mengharusnya prioritas pembangunan pendidikan. Negara memprioitaskan sekurang-kurangnya 20 persen dari APBN serta APBD untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. Itu pesan pasal 31 ayat 4 UUD ’45.
Lalu apakah ini semua karena target 20 persen anggaran pembangunan diarahkan ke pendidikan tidak tercapai? Alumnus D2 STAIN Ternate ini sepakat jika anggaran pendidikan dinaikkan, banyak problem pendidikan seperti sarana penunjang pendidikan, dan kesejahteraan guru, dapat terpecahkan.
Di Maluku Utara, soal dana sepertinya tak jadi soal. Karena, anggaran yang masuk tahun 2007 ini jumlahnya lumayan: trilyunan rupiah. Tapi berapa yang kemudian dialokasikan ke sektor pendidikan? Said Hasan MPd, Kadis Pendidikan dan Pengajaran Provinsi Maluku Utara mengaku, alokasinya sebesar Rp. 11 milyar. Masih jauh dari ideal.
Ini masih jadi masalah. Jangankan SD Toliwang di pedalaman Halmahera yang hampir roboh dimakan waktu. Di Ternate yang ibukota provinsi saja, satu bangunan dipakai hingga empat sekolah. Padahal idealnya, ujar Bapak enam anak ini, satu gedung sekolah hanya boleh dipakai satu sekolah. Tidak boleh dipakai lebih dari satu sekolah, atau dalam bahasa Ade, tidak boleh double shift.
Langkah dan upaya pemerintah guna perbaikan sektor pendidikan bukan tak ada. Kebijakan Pemprov Maluku Utara sebagaimana dituangkan dalam Pola Dasar Pembangunan 2002-2007 (RPJMD-red), mencanangkan antara lain ─Memperluas daya tampung SD, sekolah menengah dan pendidikan prasekolah yang lebih terjangkau dan berkualitas. Pembangunan sarana prasarana yang merata di seluruh Kabupaten/Kota. Peningkatan kualitas pendidikan, pemberian beasiswa bagi siswa berprestasi dan keluarga kurang mampu. Peningkatan kualitas, profesionalitas, kesejahteraan, citra, wibawa, harkat dan martabat guru. Kurikulum berbasis muatan lokal, membina manajemen pendidikan, pengawasan dan akuntabilitas.
Arah kebijakan ini dimaksudkan untuk menjawab kondisi obyektif pendidikan Maluku Utara tahun 2002 silam, dengan jumlah SD 1.141, jumlah siswa 147.841dan jumlah guru 5.140. SLTP 189 unit, siswanya 46.208 dengan jumlah guru 3.499, dan SMU/SMK 71 unit, 24.771 siswa serta 1.152 guru. Disamping juga penyebaran tenaga pengajar pendidikan dasar yang belum merata pada wilayah kecamatan dan desa, melainkan terpusat pada ibukota kabupaten, daya tampung SMU/SMK dan sederajat terhadap lulusan SLTP, serta permasalahan kuantitas dan kualitas pendidikan secara umum. Kenapa daftar panjang ini perlu diangkat? Karena kini, kita tengah berada di tahun 2007, mendekati garis finish dari program yang dicanangkan 5 tahun lalu. Seberapa besar capaian dari program yang telah dicanangkan?
Hasan punya argmentasi sehubungan dengan rencana kerjanya. “Sekarang itu masih perluasan akses di samping kita ikuti dengan peningkatan mutu. Mengapa perluasan akses, karena infrastruktur kita belum memenuhi standar ideal,” jelasnya.
Perlu perhatian serius adalah angka yang ada dalam pendahuluan RKPD Pemprov. Maluku Utara 2006 berubah signifikan. Jumlah Sekolah mengalami pertambahan, tetapi terjadi penyusutan jumlah guru. SD 1.179 unit, SLTP/MTs. 253 unit, SMU/MA 215 unit, PT 8 unit. Sementara jumlah guru SD yang dibutuhkan 10.169 yang tersedia 669 orang, SLTP/MTs membutuhkan 1.319 orang guru dan yang tersedia baru 729 orang, tingkat SMK membutuhkan 568 orang yang tersedia baru 148 orang.
Itu perencanaan dari Pemprov untuk menjawab masalah pendidikan Maluku Utara, dengan mengacu pada data yang ada. Tapi mari kita lihat statistik BPS. Maluku Utara dalam Angka 2005-2006 mencatat, pada tahun 2005 jumlah SD se provinsi sebanyak 1.148 sekolah. Guru yang melayani sebanyak 7.364 orang. Jumlah itu tersebar di berbagai pelosok, dan mendidik murid-murid SD yang 212,323 jiwa. Jika dibagi secara merata, setiap sekolah kebagian 6 guru.
Kenapa datanya harus berbeda, dan selisih angkanya begitu besar? Kalau menggunakan data RKPD Pemprov, jumlah SD tidak sebanding dengan jumlah guru. Karena SD sebanyak 1.179 unit harus dilayani hanya dengan 669 guru. Logikanya, jika seorang guru tidak mengajar dua sekolah maka ada 510 unit sekolah yang kosong tanpa guru. Dengan sendirinya, pembangunan sekolah baru belum layak dilaksanakan saat ini. Namun, hingga saat ini belum ada laporan, sekolah dalam jumlah besar yang tak ada gurunya. Bahkan SD Toliwang yang begitu memprihatinkan, ternyata masih ada gurunya.
Ajaibnya, ada sekolah di dalam kota yang gurunya berlebih, tapi ada juga sekolah di pelosok yang hanya diasuh satu orang guru. Lalu data mana yang harus dipakai? Apakah database pendidikan yang begini kacau yang layak untuk dijadikan referensi dalam menyusun RKPD provinsi? Pertanyaan ini patut diajukan, karena data BPS tahun 2006 melaporkan, dari 907.130 penduduk Maluku Utara, masih ada 44 ribu yang buta huruf. Yang tak memiliki ijazah sama sekali jumlahnya 29,10 persen dari total jumlah penduduk Maluku Utara.
Dengan manajemen yang begitu sengkarut, kapan kita bebas buta huruf? Harap maklum, dengan manajemen seperti ini, seperti dikeluhkan Ade Tais, sulit untuk meningkatkan mutu pendidikan. Jika perencanaan pendidikan seluruhnya tetap sekacau ini, jangan harap generasi penerus Maluku Utara menerima pendidikan yang layak. Lalu dari mana harus membenahinya?
Said Hasan punya jawaban, masalah data base yang utama saat ini karena Dinas-Dinas di tingkat Kabupaten Kota tidak memasukkan laporan data mereka ke dinas provinsi. Ini problemnya. Untuk pemecahannya, pihaknya sudah merencanakan rembuk pendidikan se provinsi Maluku Utara. Maksud dari acara ini adalah untuk menyamakan data pendidikan se provinsi. Jika tidak dilakukan, sulit mendapat angka yang pasti dalam data base pendidikan di Maluku Utara.
Selain itu, tenaga pendidik yang beralih ke birokrasi menjadi tenaga struktral, baik di dalam maupun di luar instansi pendidikan sementara mereka asih terdaftar sebagai tenaga pendidik, juga salah satu yang diakuinya turut mengacaukan data jumlah pendidik. “Alih fungsi jabatan struktural itu sah-sah saja. Tapi yang dikuatirkan adalah pengalihan fungsi itu tidak berdasarkan analisis yang matang. Di bidang strategis, tidak harus menggunakan orang yang bukan ahli pendidikan. Pada saat di perhadapkan dengan program, misalnya UNDP, kan tidak nyambung karena bukan ahlinya,” ujarnya lagi. Rumitnya lagi, lanjutnya, budaya masyarakat Maluku Utara ternyata belum taat azas.
Gufran A. Ibrahim, Pembantu Rektor III Universitas Khairun Ternate punya jawaban penting soal kendala utama dunia pendidikan Maluku Utara. Masalah mendasar pendidikan di Maluku Utara adalah bagaimana menyiapkan blue print-nya. “Blue Print itu merupakan kerangka dasar perencanaan pendidikan Maluku Utara. Nah, blue print itu juga tidak jatuh dari langit tapi disiapkan melalui suatu survey pemetaan masalah-masalah pendidikan Maluku Utara. Dari hasil survey itulah kemudian dibuatkan blue print-nya atau dalam bahasa lain, adalah kerangka dasar sebuah perencanaan dan pengembangan pendidikan di Maluku Utara,” ujarnya.
Pemprov punya Rencana RPJMD (rencana 5 tahunan-red), kemudian di derivasikan kedalam RKPD (rencana tahunan-red), melalui Renja dan Rentara SKPD masing-masing instansi. Menurutnya, ini juga dibaca sebagai blue print, tetapi ada satu soal yang diakui oleh hampir seluruh instansi — data base mengenai masalah terkait dengan masing-masing instansi, juga diragukan kesahihannya. “Di kalangan pendidikan pun demikian, jangankan orang luar, dari dalam sendiri juga tidak begitu haqqul yakin mengenai kesahihan data itu, “ jelasnya.
Makanya ia menganjurkan sebuah survey secara komprehensif. “Mengapa survey perlu dilakukan, karena memang data base mengenai masalah-masalah pendidikan itu juga tidak valid menurut pengakuan mereka, tegasnya.
Jadi, itu kata kuncinya, harus mulai dari survay pemetaan masalah-masalah pendidikan lalu lahirkan blue print, dan itu dapat dibaca sebagai Renstra Dinas pendidikan 5, 10 atau 15 tahun kedepan, hingga berganti siapapun kepala dinasnya, itu kerangkanya. “Saya sudah pernah komunikasikan dengan teman-teman, termasuk juga kepala dinasnya (Kadis Dikjar Prov. Maluku Utara-red), waktu dia diminta ke sana (sebagai kadis-red), saya saran kepada untuk melakukan hal-hal yang saya sebutkan tadi, tapi itu kemudian tidak terjadi, karena terjebak dengan persoalan blockgrant, itu salah satu penyebabnya. Terjebak dalam pengertian hanya melihat kesitu, padahal harus memulai dengan survay tadi. Saya yakin survey dimaksud akan menjadi mula dari bagaimana merancang Pendidikan Maluku Utara kedepan,” jelasnya.
Mengenai alokasi dana untuk pendidikan di Maluku Utara, diaku Said belum sampai 20 persen sebagaimana amanat konstitusi. Tapi, menurutnya sudah ada perubahan ke arah yang lebih baik. “Tahun 2006 lalu kira-kira 10 persen,” jelasnya.

Problem Gonta Ganti Kurikulum

MASALAH ini ditengarai sebagai problem krusial yang belum tertangani dengan baik. Orde silih berganti dengan kebijakan yang terus diperbaharui tak banyak mengubah pelayanan maupun mutu pendidikan Indonesia. Para menteri sejak Kabinet pembangunan dibawah kendali Soeharto, hingga Kabinet persatuan dibawah komando SBY ─ yang berubah hanya aspek yang jauh dari esensi. Depdikbud berganti nama menjadi Diknas atau Dikjar.
Dan juga kurikulum serta manajemen pengelolaan pendidikan yang terus berubah seperti CBSA, Link and Match, KBK, hingga yang terkini KBSP, tidak memberi dampak berarti bagi kualitas dan mutu pendidikan kita. Konsep yang dijejali itu sulit diimplementasikan, karena terbatasnya sarana dan prasarana, kompetensi tenaga penyelenggaranya, serta dukungan dana yang terbatas.
Semua itu, menurut Said Hasan, sumbernya pada manajemen yang tidak bagus. “Mutu itu ada jika manajemen bagus. Sama dengan, proses pendidikan adalah pembiasaan. Jadi kalau torang bicara mutu pendidikan maka kita bicara efek ikutan dari sebuah proses pendidikan. Kalau sebuah infrastruktur tidak bagus maka tidak akan mungkin prosesnya bagus, dan kalau prosesnya tidak bagus, maka tentu mutunya tidak akan bagus,” terangnya panjang lebar.
Dinasnya sudah berupaya menjawab masalah itu dengan melakukan perencanaan meliputi penyiapan infrastruktur, Kurikulum berbasis muatan lokal, membina manajemen pendidikan, pengawasan dan akuntabilitas. Tapi dalam bahasa Said, pendidikan adalah tanggung jawab semua pihak. Karenanya, jangan saling menyalahkan. Ia mengajak semua pihak untuk duduk bersama dan memecahkan masalah pendidikan secara serius.

Tim GENTA
Dikutip dari GENTA EDISI II, Oktober 2007

Selasa, 01 April 2008

Siapa Terlibat Skandal Bantuan Sosial

Kejaksaan mengusut ada dugaan penyelewengan bantuan sosial pada APBD 2007 Provinsi sebesar. Siapa saja yang terlibat skandal?
SELAMA ini hubungan dua lembaga kantor gubernur dan kejaksaan tinggi yang bertetangga dekat ini cukup “akur”. Tapi tidak kali ini. Dua kantor di jalan revolusi yang hanya dipisahkan jalan, sejak Rabu, 12 Maret lalu mulai renggang dan memasuki babak perseteruan. Pemicu kerenggangan yang akhirnya berbuntut perseteruan itu, karena insiden pemukulan yang dilakukan sejumlah oknum pegawai kantor gubernur terhadap asisten pidana khusus (Aspidsus), Tatang Sutarna,ketika hendak melakukan penyitaan sejumlah dokumen di kantor gubernur. Alih-alih mendapatkan dokumen sitaan, yang diperoleh justru “bogem”mentah.
Pemukulan atas Aspidsus dan rekan-rekan timnya memang cerita baru dan (unik tentunya!) Cerita baru karena memang baru pernah terjadi. Uniknya karena baru pertama kali ada oknum (PNS) yang berani memukul aparat penegak hukum ini. Selain itu, kasus yang diungkap pun terbilang paling mutakhir; dugaan penyelewengan dana bantuan sosial tahun anggaran 2007 yang nilainya tak tangung-tanggung Rp 147 miliar.
Dugaan penyelewengan dana ini sebetulnya bermula dari stemmotivering atau pandangan akhir dari fraksi Golkar DPRD Provinsi pada saat rapat paripurna untuk pengesahan APBD 2007, sekitar Juni 2007 lalu. “Saat itu hanya Fraksi Golkar yang mengangkat soal ini dengan dua pertimbangan. Pertama, Pencairan dana di atas ratusan juta rupiah kan harus dibuatkan cek, sebagaimana ketentuan Kepres 80, itu diabaikan. Kedua, ini aneh bin ajaib, sebab ada APBD di republik ini yang pos bantuan sosialnya 14 persen dari total APBD. Menurut saya, itu sudah di luar aturan tentang penyusunan APBD,”ungkap Badarudin Gailea dari fraksi Golkar kepada GENTA via telepon.
Terlepas dari apakah ada motif politik didalamnya yang jelas, menurut Badar –begitu ia disapa-tak ada target apapun dan semata-mata mempersoalkan kinerja pemerintah pemda provinsi. “Masalah ini diangkat untuk meminta perhatian publik agar meresponi. Sebab mau ditolak juga susah, karena tolak atau setuju, APBD tetap dijalankan, makanya kami mengungkap kebenaran ini agar publik tahu persis dan bisa menilai,”ungkapnya.
Buka jalan fraksi Golkar ini kemudian di blow-up pers. Karena disebut-sebut didalamnya ada dana yang diperuntukkan untuk media center terkait pelaksanaan Pilgub. " Pihak kejaksaan menerima pengaduan ini dari pekerja pers yang mengaku tak pernah menerima bantuan. Padahal pos untuk media centernya ada,”ungkap Tatang
Setelah ditelusuri, dana media center masuk dalam pos bantuan sosial. Bukan hanya media center, kecurigaan-kecurigaan lain juga merebak. Terdapat beberapa pos bantuan yang lain seperti biaya pendidikan anak cacat senilai Rp 160 juta, tak pernah diterima, padahal uangnya sudah cair. Lalu ada bantuan untuk Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Maluku Utara, di APBD nya tercatat Rp 7,25, tapi realisasinya hanya Rp 6 M. “Rp 1,2 nya kemana? Kitakan belum tau. Kemudian kita cek bantuan pembinaan untuk olahraga penyandang cacat, itu dalam APBD-nya Rp 1,125 miliar tapi yang diterima hanya Rp 136 jt. Dari hal-hal seperti ini kita minta kejelasan,”ungkap Tatang
Jelasnya, pihak kejaksaan kemudian meningkatkan ke tingkat penyidikan. Dan penyidikan itu menurut Tatang, adalah upaya paksa, termasuk penyitaan dokumen.
Untuk menjalankan tugas penyidik, Kajati Pada 11 Maret 2008 mengeluarkan tiga surat perintah (sprint), izin penyidikan, penggeledahan, dan penyitaan dengan masing-masing bernomor 044/s2/FD.I/03/2008, 045/S2/FD.I/03/2008 dan 046/S2/FD.I/03/2008. Selain dibekali sprint, juga dibentuk tim berjumlah 17 orang.
Mengantongi tiga sprint, pada 12 Maret tim menuju ke kantor gubernur untuk mulai melakukan penyidikan, penggeledahan dan penyitaan. “Tapi sebelum itu sekitar pukul 09.00 wit, kami terlebih dulu melapor ke plt gubernur untuk koordinasi disaksikan asisten tiga. Jadi tak benar aktivitas kami tak ada ijin,” ungkap Tatang berang. Sayangnya sebelum selesai melaksanakan tugas, Tatang dan timnya dikeroyok pegawai kantor gubernur karena dituding tak memiliki ijin. Tak hanya itu, dokumen keuangan yang dicari menurut salah seorang oknum bendahara seluruh data keuangan sudah diambil Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Insiden pemukulan jaksa pun ditengara karena terjadi miss comunication alias kesalahan komunikasi.
Terlepas apakah ada kesalahan komunikasi atau tidak, yang pasti sikap over acting pegawai yang mengeroyok tim kejaksaan menurut Ridha Ajam, koordinator konsorsium Makuwaje adalah sikap premanisme.
Pertanyaan selanjutnya kemana dana bantuan sosial itu mengalir? Karena pihak kejaksaan mencurigai peruntukan APBD di lapangan tidak sesuai. Di bagian anggaran, kata Tatang, Rahim yang memegang SKO mengatakan, semua dana sudah keluar. Apakah dana itu mengalir untuk biaya politik incumbent? wallahu’alam.
Lalu siapa saja yang terlibat dalam penyelewengan bantuan sosial? menurut Tatang, belum bisa disebutkan siapa saja yang terlibat karena sejumlah nama akan dipanggil untuk diminta keterangan . “Kami masih tahap mengumpulkan keterangan.” Ungkap Tatang.
Jelasnya, kata Tatang, yang menangani pemberian bantuan dana itu berawal dari permohonan. Yang bisa saja masuk ke gubernur atau ke sekda. Dan semua itu lewat SKO ke SPP lalu ke SPM yang menjadi cek.”Kita juga akan meminta keterangan dari Sekda Provinsi,”kata Tatang.
Menurut Kepala Kejaksaan Tinggi, Ali Sabtu pada konprensi pers usai insiden pemukulan itu menyatakan pada tahap penyidikan telah dilakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi. Karena prosesnya masih penyidikan nama-nama saksi dimaksud tak disebutkan. “jumlahnya lebih dari 10 orang, dan kerugian negara ditaksir mendekati Rp 10 miliar,” katanya.
Boleh jadi Kajati benar. Karena sumber GENTA yang enggan dimediakan menyebut, dana bantuan sosial melibatkan banyak pihak dan banyak nama. “Bisanya melalui proposal kegiatan yang diduga fiktif,”kata sumber itu. Nah. Kita tunggu saja kerja kejaksaan.
ilham mouradji, ikhsan bahruddin

Uji Nyali Duo Penyidik

Tak hanya lembaga kejaksaan , tapi lembaga Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga sedang di uji.

Sebenarnya dua lembaga yang menangani urusan periksa memeriksa ini tak perlu bersitegang soal kewenangan. Kalau memang ditengarai ada penyalahgunaan keuangan, kedua lembaga ini harus saling menopang. Tapi inilah yang aneh. Begitu mendapat informasi, bahwa semua dokumen keuangan diberikan ke BPK, pihak kejaksaan pun beralih ke BPK Maluku Utara. Sayangnya, pihak BPK enggan memberikan dokumen itu dengan alasan mereka masih melakukan audit. “Karena masih diaudit, data itu belum bisa diekspos keluar,” ungkap Daryono, Kasubag umum pada GENTA Jum’at, 14 Maret lalu.
”Padahal kita juga butuh data kas umum itu. Kita pun didesak target waktu, segera ada hasil dalam penyidikan. Sebetulnya, kalau mengacu pasal 38 KUHAP, kita bisa melakukan penyitaan di BPK, tapi kita koordinasi dulu. Saya dan Pak Wakajati sudah ke BPK, temui Pak Daryono tapi tetap tidak mau ngasih. Padahal anda bisa lihat sekarang, BPK meminta data dari Kejaksaan agung, juga bisa. Itu kan perintah undang-undang, apalagi dalam pasal 21 Undang-undang tindak pidana korupsi, siapa pun yang menghalang-halangi, merintangi dan menghambat penyidikan tindak pidana korupsi, bisa kena pidana. Tapi kan kita coba koordinasi dulu,” kata Tatang kesal.
Menurut Margarito Kamis, dalam soal ini BPK keliru. Karena mekanisme internal hanya berlaku untuk urusan internal BPK. ”Posisi dan itikad dari pemeriksaan BPK itu untuk apa? Kan untuk menjamin akuntabilitas atas penggunaan kekuasaan pengelolaan keuangan negara di daerah. Nah, penyidikan, itu dilakukan karena diduga ada penyimpangan penggunaan kekuasaan pengelolaan keuangan negara di daerah yang merugikan negara. Itu artinya substansi penyidikan pun dimaksudkan untuk memastikan dan mempromosikan akuntabilitas penggunaan kekuasaan pengelolaan keuangan negara di daerah,”ungkapnya.
Selain itu, BPK bukan lembaga penyidik, institusinya hanya memiliki kewenangan posisional mengecek penggunaan kekuasaan pengelolaan keuangan negara yang dipegang oleh Presiden yang dalam konteks daerah diserahan kepada Gubernur. ”Nah, dalam konteks penyidikan ini, kejaksaan memiliki kewenangan yang bersumber dari undang-undang nomor 8 tahun 1981 tentang KUHAP, untuk mengambil dokumen-dokumen itu di tangan siapapun, termasuk di BPK,” cecar Margarito kepada GENTA pada 19 Maret lalu.
Makanya Margarito juga menyayangkan sikap BPK dan menganggap kejaksaan dapat mengkonstruksikan sikap BPK sebagai bentuk menghalangi-halangi penyidikan tindak pidana korupsi.
Menurut Daryono, BPK bukan bermaksud menghalang-halangi penyidikan kejaksaan. Karena kejaksaan dan juga BPK punya kewajiban untuk meminta data ke Pemda. Tapi dokumen itu menurut Daryono masih ada di BPK yang duluan memintanya ke Pemda. Kalau pihak kejaksaan ingin mendapatkan dokumen itu bisa minta ke Pemda. ”Kalau menunggu hasil audit BPK harus bersabar menunggu sampai akhir Maret,”kata Daryono bersikeras.
Terlepas dari tarik ulur kewenangan dua lembaga ini, menurut Margarito langkah kejaksaan kejaksaan tidak seakdar memperbaiki citra. Karena faktanya, publik Maluku Utara juga kejaksaan tahu, korupsi di Maluku Utara luar biasa, tapi belum terungkap tuntas.
“Saya kira tepat apa yang dilakukan Kejati saat ini.Apakah memperbaiki citra atau tidak, itu soal lain. Soal persepsi publik. Bagi saya, ada fakta korupsi dan positif untuk segera dibongkar. Saya sangat setuju. Kalau publik menilai, jaksa cari muka atau Kejati memperbaiki diri karena dulu-dulunya parah, itu silakan saja. Bagi saya, ada kasus korupsi di Maluku Utara dan kejaksaan masuk untuk mengungkap, itu langkah yang bagus, dan kita harus mendukung,” ungkapnya.
Seia Margarito, HMI Cabang Ternate, Konsorsium Makuwaje dan Formak, ikut mensuport langkah kejaksaan. “Kami tetap mengawal, untuk seluruh dana yang di Korup di Maluku Utara, di antara DTT maupun Dana Sosial dan lain sebagainya. Ini akan tetap menjadi prioritas. Dan saya kira dana sosial ini menjadi langkah awal untuk membongkar kasus-kasus korupsi yang lainnya,”ungkap Jusnain Harun, Plt ketua umum.
so, ilham, ikhsan
dikutip dari majalah GENTA