Sabtu, 27 September 2008

Akhir Perseteruan TRUST & ex Karyawannya

No. : 04/AJI Jakarta/VII/ 08

Hal : Statemen atas putusan kasasi MA terhadap PHK karyawan Trust

"Segera Bayar Pesangon Bambang Bujono, Rusdi Mathari, dan Bajo Winarno"

Berani mem-PHK, tetapi tidak sanggup menerima konsekuensinya. Hal inilah yang ditunjukkan manajemen majalah Trust terhadap tiga bekas pekerjannya: Bambang Bujono, Rusdi Mathari, dan Bajo Winarno—yang di-PHK sejak 1 Maret 2005 lalu.

Dalam amar putusan kasasi Mahkamah Agung No. 297 K/PHI/2007 tertanggal 17 Desember 2007, majelis hakim memerintahkan agar PT Hikmat Makna Aksara—selaku penerbit majalah Trust—membayar pesangon kepada ketiganya sebesar Rp 294.847.200. Rinciannya, kepada Bambang Bujono (redaktur senior) Rp 226.500.000, Rusdi Mathari (redaktur) Rp 47.962.200, dan Bajo Winarno (reporter) Rp 20.385.000.

Sejak menjadi kekuatan hukum tetap, mestinya manajemen langsung membayarkan kewajibannya itu secara tunai kepada pekerja. Tapi nyatanya hingga sekarang manajemen Trust belum bersedia melaksanakan putusan MA tersebut. Direksi yang diwakili Ferdinand BM Wewengkang (Direktur Utama) dan Bambang Aji (Direktur Produksi/Pemred Trust), serta L. Pramono (Direktur Usaha) berdalih, perusahaan sedang mengalami kesulitan keuangan. Mereka mau membayar pesangon pekerja, tapi dengan cara dicicil.

Tindakan pengabaian hak pekerja ini tidak semestinya terjadi jika manajemen telah menghitung konsekuensi tindakannya saat mem-PHK pekerja. Apalagi perjalanan kasus ini hingga akhirnya MA mengetuk palu putusan telah memakan waktu hampir empat tahun.

Kembali mengingatkan, kasus PHK di majalah Trust terjadi dalam dua gelombang. Pada keputusan PHK pertama yang dikeluarkan 23 Desember 2004, manajemen memecat tujuh orang pekerja: Bambang Bujono, Retno Kustiati, Fauzan Haryo Soedigdo, Joko Sulistyo, Susthanto, Ahmad Arif Wira'i dan Novi Rachmawati. Oleh Serikat Karyawan Trust (Sekat), PHK tersebut dianggap menyalahi UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Alasannya, selain tidak pernah diajak berdialog dalam proses PHK tersebut, Sekat juga menilai kriteria PHK sangat sepihak, mengandung unsur inkonsistensi dan hanya untuk memenuhi target investor.

Sekat meminta agar PHK dibatalkan. Mereka menilai efisiensi sebagai jawaban atas merosotnya kinerja perusahaan adalah tanggungjawab para pemimpin. Karena itulah, Bambang Bujono mengusulkan agar gaji para pimpinan dipotong.

Sebagai dampak atas kejadian ini, pada 3 Januari 2005 sebanyak 14 pekerja melayangkan mosi tidak percaya kepada manajemen—hingga memunculkan dua kelompok, yakni yang menerima PHK dan yang menolak PHK (termasuk para koresponden di daerah). Karena tidak bisa berekonsiliasi, akhirnya diumumkan akan ada salah satu kelompok yang tidak dipakai oleh perusahaan. Hingga, pada 1 Maret 2005 direksi pun mengeluarkan keputusan kedua untuk mem-PHK sejumlah pekerja, di antaranya Rusdi Mathari (ketua Sekat), Lutfi Yusniar (sekretaris Sekat), Yus Ariyanto, Fahmi Imanullah, Andrianto Soekarnen, serta Bajo Winarno.

Silang sengkarut ketenagakerjaan yang memakan waktu hingga bertahun-tahun seperti ini semestinya dijadikan cermin oleh para pekerja media. Bahwa, yang telah berserikat pun secara mudah bisa di-PHK, apalagi yang tidak berserikat.

Dan, terkait dengan masih berlarutnya penyelesaian masalah ini, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta menyatakan:

  1. Mendesak manajemen Trust untuk segera membayarkan pesangon pekerja seperti yang telah diputuskan oleh Mahkamah Agung, guna menghindari dampak yang lebih buruk di kemudian hari.
  2. Menyerukan kepada seluruh pekerja media untuk mengorganisasikan diri dalam serikat pekerja media untuk memperjuangkan kesejahteraan dan hak-haknya.
  3. Menyerukan kepada seluruh serikat pekerja media di Indonesia untuk bersatu dalam Federasi Serikat Pekerja Media-Independen, untuk membangun solidaritas yang lebih luas.

Jakarta, 17 Juli 2008

Persatuan Bagi Pekerja Media!

Winuranto Adhi Jajang Jamaludin

Koordinator Divisi Serikat Pekerja Ketua

Budaya: Harta yang Terus Dirampas

Kisah sedih dialami Desak Suarti, seorang pengerajin perak dari
Gianyar, Bali . Pada mulanya, Desak menjual karyanya kepada seorang
konsumen di luar negeri. Orang ini kemudian mematenkan desain
tersebut. Beberapa waktu kemudian, Desak hendak mengekspor kembali
karyanya. Tiba-tiba, ia dituduh melanggar Trade Related Intellectual
Property Rights (TRIPs). Wanita inipun harus berurusan dengan WTO.

" Susah sekarang, kami semuanya khawatir, jangan-jangan nanti beberapa
motif asli Bali seperti `patra punggal', `batun poh', dan beberapa
motif lainnya juga dipatenkan" kata Desak Suarti dalam sebuah wawancara.

Kisah sedih Desak Suarti ternyata tidak berhenti sampai di sana .
Ratusan pengrajin, seniman, serta desainer di Bali kini resah menyusul
dipatenkannya beberapa motif desain asli Bali oleh warga negara asing.
Tindakan warga asing yang mempatenkan desain warisan leluhur orang
Bali ini membuat seniman, pengrajin, serta desainer takut untuk berkarya.

Salah satu desainer yang ikut merasa resah adalah Anak Agung Anom
Pujastawa. Semenjak dipatenkannya beberapa motif desain asli Bali oleh
warga asing, Agung kini merasa tak bebas berkarya. "Sebelumnya, dalam
satu bulan saya bisa menghasilkan 30 karya desain perhiasan perak.
Karena dihinggapi rasa cemas, sekarang saya tidak bisa menghasilkan
satu desain pun," ujarnya hari ini.

Potret di atas adalah salah satu gambaran permasalahan perlindungan
budaya di tanah air. Cerita ini menambah daftar budaya indonesia yang
dicuri, diklaim atau dipatenkan oleh negara lain, seperti Batik
Adidas, Sambal Balido, Tempe , Lakon Ilagaligo, Ukiran Jepara, Kopi
Toraja, Kopi Aceh, Reog Ponorogo, Lagu Rasa Sayang Sayange, dan lain
sebagainya.


LANGKAH KE DEPAN

Indonesia harus bangkit dan melakukan sesuatu. Hal inilah yang
melatarbelakangi berdirinya Indonesian Archipelago Culture Initiatives
(IACI), informasi lebih jauh dapat dilihat di
http://budaya- indonesia. org/. Untuk dapat mencegah agar kejadian di
atas tidak terus berlanjut, kita harus melakukan sesuatu. Setidaknya
ada 2 hal perlu kita secara sinergis, yaitu:

1. Mendukung upaya perlindungan budaya Indonesia secara hukum. Kepada
rekan-rekan sebangsa dan setanah air yang memiliki kepedulian (baik
bantuian ide, tenaga maupun donasi) di bagian ini, harap menggubungi
IACI di email:
office@budaya- indonesia. org

2. Mendukung proses pendataan kekayaan budaya Indonesia . Perlindungan
hukum tanpa data yang baik tidak akan bekerja secara optimal. Jadi,
jika temen-temen memiliki koleksi gambar, lagu atau video tentang
budaya Indonesia , mohon upload ke situs PERPUSTAKAAN DIGITAL BUDAYA
INDONESIA , dengan alamat
http://budaya- indonesia. org/
Jika Anda memiliki kesulitan untuk mengupload data, silahkan menggubungi IACI di
email:
office@budaya- indonesia. org

- Lucky Setiawan

nb: Mohon bantuanya untuk menyebarkan pesan ini ke email ke teman,
mailing-list, situs, atau blog, yang Anda miliki. Mari kita dukung
upaya pelestarian budaya Indonesia secara online.

Jumat, 26 September 2008

UPAH LAYAK JURNALIS MALANG

PERS RELEASE
UPAH LAYAK JURNALIS MALANG Rp 2,4 JUTA

Pertumbuhan industri media, pasca reformasi tahun 1998 bergulir sangat
tinggi. Media cetak ataupun elektronik menjamur. Kompetisi antarmedia
menjadi kian ketat dan pasar menjadi kian kritis.

Dengan kompetisi antarmedia yang ketat, para pekerja pers dituntut
untuk bersikap profesional dalam bekerja dan memberikan loyalitas yang
tinggi kepada perusahaan. Tetapi, tuntutan ini tidak diiringi dengan
sikap pemilik modal (baca: pengusaha) di yang loyal kepada para
pekerjanya, terutama dalam hal kesejahteraan.

Salah satu isu yang paling menarik dan perlu mendapatkan perhatian
adalah saat ini belum ada standar pengupahan bagi para pekerja pers
lainnya, terutama upah yang layak diterima wartawan. Ada media yang
bisa memberikan upah yang besar sementara ada media yang hanya mampu
memberikan upah secara pas-pasan, bahkan dibawah UMP Upah Minimum
Propinsi (UMP) dan upah minimum kabupaten/kota (UMK). Dari sekian
banyak perusahaan media di Indonesia (termasuk di Malang), sebagian
besar perusahaan masih memberikan upah yang rendah untuk para
jurnalisnya.

Upah yang rendah ditambah dengan belum adanya pembatasan modal minimal
untuk mendirikan perusahaan media dan struktur ekonomi makro di
Indonesia yang semakin sulit dari tahun ke tahun mengakibatkan
buruknya kesejahteraan para pekerja pers. Kesejahteraan yang buruk ini
berdampak pada kinerja para pekerja pers yang menjadi tidak
profesional dan menerima amplop.

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Malang berupaya untuk meningkatkan
kesejahteraan jurnalis melalui pembentukan serikat pekerja pers dan
memperjuangkan ditetapkannya upah layak bagi jurnalis Malang Raya
(Kabupaten Malang, Kota Malang, dan Kota Batu). Upah layak ini
merupakan salah satu cara untuk mendekonstruksi budaya amplop dan
meningkatkan profesionalisme jurnalis yang akan berdampak bagi
kemajuan perusahaan.

AJI Malang melakukan survey untuk menentukan besarnya upah layak yang
harus diberikan oleh perusahaan. Survey ini dilakukan untuk
mendapatkan nilai yang seobyektif mungkin berdasarkan kebutuhan hidup
jurnalis yang tentu saja berbeda dengan kebutuhan pekerja sektor
lainnya.

Di dalam survey ini, AJI Malang menetapkan lima komponen kebutuhan
jurnalis secara individu atau belum/tidak termasuk keluarga. Lima
komponen itu adalah makanan dan minuman, sandang, perumahan, aneka
kebutuhan lain dan tabungan. Setelah menetapkan lima komponen itu, AJI
Malang melakukan survey harga.

Survey harga dilangsungkan selama seminggu pada minggu pertama
September 2008 di lima lokasi yang berbeda dan melakukan wawancara
dengan jurnalis. Untuk kebutuhan bahan mentah dilakukan di lima mini
market, untuk perumahan di lima lokasi kost jurnalis. Hasil survey dan
wawancara ini kemudian ditabulasi untuk mendapatkan upah layak
jurnalis di Malang.

Berdasarkan survey ini, AJI Malang menetapkan upah layak jurnalis di
Malang sebesar Rp 2,399,705 yang dibulatkan menjadi Rp 2,400,000.

Dengan didapatkannya nilai upah layak bagi jurnalis di Malang
berdasarkan hasil survey, Maka AJI Malang meminta:

1. Kepada perusahaan media di Malang Raya agar memberikan upah layak
untuk jurnalisnya sebesar Rp 2, 400,000.
2. Kepara para jurnalis di Malang Raya agar berjuang untuk mendapatkan
upah layak ini secara profesional, baik melalui saluran organisasi
serikat pekerja maupun melalui perundingan.

Terimakasih.

Malang, 15 September 2008

BIBIN BINTARIADI BENI BROJO
Ketua Koordinator Divisi Serikat Pekerja